selamat datang di fuadiamt.co.cc, wadahnya babagi informasi

Jumat, 16 Juli 2010

Amuntai

Kabupaten Hulu Sungai Utara merupakan salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Kalimantan Selatan. Ibukota kabupaten ini terletak di Amuntai. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 892,7 km² atau 2,38 % dari luas provinsi Kalimantan Selatan dan berpenduduk sebanyak ±300.000 jiwa. Secara umum kabupaten Hulu Sungai Utara terletak pada koordinat 2' sampai 3' Lintang Selatan dan 115' sampai 116' Bujur Timur.
Sejarah
Kerajaan Hindu

Menurut sejarah lokal, daerah ini dikenal sebagai pusat kerajaan Negara Dipa yang terletak di Candi Agung, yang merupakan perpindahan dari ibukota kerajaan sebelumnya yang terletak di hilir yaitu di Candi Laras (kabupaten Tapin).


Semula kabupaten ini bernama Kabupaten Amuntai sejak pertama kali terbentuk pada tanggal 1 Mei 1952. Sejalan dengan perkembangan wilayah dan sistem pemerintahan, yang berawal dari Undang- undang No. 22 Tahun 1948, maka pada tanggal 14 Januari 1953, nama Kabupaten Amuntai diubah menjadi “Kabupaten Hulu Sungai Utara” hingga sekarang.


Status Kesultanan Banjar setelah dihapuskan masuk ke dalam Karesidenan Afdeeling Selatan dan Timur Borneo. Wilayah dibagi dalam 4 afdeeling, salah satunya adalah afdeeling Amoenthay yang terbagi dalam beberapa Distrikyaitu Distrik Amoentai, Batang Allai, Laboean-Amas, Balangan, Amandit, Negara dan Kloewa. Dalam perkembangannya Afdeeling Amoentai kemudian dimekarkan menjadi afdeeling Amuntai dan Afdeeling Kandangan. Afdeeling Amoentai dengan ibukota Amoentai terdiri atas :

1. Onderafdeeling Amoentai terdiri atas :
1. Distrik Amuntai
2. Distrik Tabalong
3. Distrik Kelua
2. Onderafdeeling Alabioe en Balangan
1. Distrik Alabio
2. Distrik Balangan

Proses pengembangan wilayah dan sistem pemerintahan yang berorientasi kepada peraturan perundang- undangan, tidak berhenti sampai para tokoh masyarakat baik yang sudah duduk dalam DPRD Kabupaten Hulu Sungai (sebelum pengembangannya menjadi 2 kabupaten), maupun yang berada di luarnya, telah menyadari bahwa dalam keadaan demikian, sangat penting memiliki otonomi daerah sendiri.

Inilah awal pemikiran yang mengilhami para tokoh Hulu Sungai Utara untuk melangkah kepada tuntutan berdirinya otonomi daerah, lepas dari Kabupaten Hulu Sungai yang beribukota di Kandangan. Maka lahirlah di Amuntai PETIR (Penyatuan Tindakan Rakyat), yaitu suatu wadah perjuangan untuk mewujudkan cita- cita dan aspirasi masyarakat tersebut.

Presidium “PETIR” terbentuk dengan pimpinan yang terdiri dari Haji Morhan, Abdulhamidhan, H. Saberan Effendi, H. Abdul Muthalib M. dan Gusti Anwar (semuanya kini telah almarhum). Sedang pimpinan hariannya, selain H. Morhan, adalah Tarzan Noor dan M. Juhrani Sidik. “PETIR” menganggap bahwa daerah ini mempunyai potensi politik, sosial ekonomi, budaya, territorial/pertahanan, baik dari segi letak geografi / geologisnya, maupun keluasan wilayah dan pertumbuhan penduduknya, benar- benar potensial dan wajar untuk melangkah kakinya kedepan.

Tak heran, seluruh lapisan masyarakat Hulu Sungai Utara, baik Ulama, Pemuda, partai politik, maupun organisasi kemasyarakatan lainnya, di dalam dan di luar daerah menyatakan dukungan yang hangat sekali. Tak terkecuali pula media cettak harian “Kalimantan Berjuang” Banjarmasin senantiasa memberikan opini yang sensitif terhadap aspirasi tersebut. Karenanya, tercatat bahwa Hulu Sungai Utara yang lebih awal memperjuangkan status kabupaten yang memiliki otonomi sendiri, dibanding dengan daerah-daerah setingkat lainnya se-Banua Lima.

Puncak kegiatan “PETIR” saat itu adalah diselenggarakannya rapat umum terbuka dihalaman pasar Amuntai yang dipadati oleh ribuan orang. Rapat Akbar tersebut melahirkan sebuah Mosi atau tuntutan rakyat yang menghendaki agar belahan utara dari wilayah Hulu Sungai ini menjadi kabupaten daerah otonom yang berdiri sendiri.

Beberapa hari kemudian “PETIR” mengadakan rapat plenonya di ruangan Sekolah Rakyat IV Amuntai (sekarang berdirinya Kantor Bupati HSU) untuk membahas mosi tersebut dan langkah- langkah selanjutnya.

Sidang DPRDS Kabupaten Hulu Sungai di Kandangan yang membahas mosi/ tuntutan “PETIR” tersebut, cukup berjalan mulus, karena 16 anggotanya (dari 20 anggota) berasal dari Hulu Sungai Utara yang mendukung dan menyetujui tuntutan tersebut.

Dengan persetujuan DPRDS di atas, makin meluangkan jalan bagi PETIR, tak saja ke Pemerintahan Daerah Tk. I Kalimantan tetapi juga ke Pemerintah Pusat di Jakarta. Sementara itu, untuk menghadap Gubernur Kalimantan (Dr. Murjani) dipercayakan kepada deputasi Gusti Anwar dan Ahmad Syahman.

Perutusan PETIR yang berangkat ke Jakarta adalah Haji Morhan dan H. Saberan Effendi. Di ibu kota beliau- beliau ini bergabung dengan Idham Khalid (tokoh Kalsel) yang berdomisili disana, dan mereka bersama- sama menghadap Mentri Dalam Negeri, Mr. Iskak Cokrohadisuryo.

Sambutan dari para pejabat tersebut, baik yang di Banjarmasin maupun yang di Jakarta cukup baik dan memberikan angin segar bagi deputasi PETIR. Dan kesegaran tersebut semakin terasa ketika beberapa waktu kemudian, tibanya surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Pem. 20-7-47 tertanggal 16 Nopenber 1951, yang isinya menetapkan :

* Daerah Kabupaten Amuntai dengan ibu kota Amuntai sebagai Bupati Kepala Daerahnya, bapak H. Muhammad Said.
* Daerah Kabupaten Kandangan dengan ibukotanya Kandangan sebagai Bupati Kepala Daerahnya, bapak Syarkawi.

Tindak lanjut keputusan tersebut oleh Gubernur Kepala Daerah Kalimantan, yang mengeluarkan surat keputusannya Nomor Des. 310-2-3 tanggal 9 April 1952, atas dasar Surat Keputusan Mendagri No. Des. 1/1/14 Rahasia, yang sementara waktu menetapkan jumlah :

* Anggota DPRDS untuk Kabupaten Kandangan 20 orang dan DPDS 5 orang
* Anggota DPRDS untuk Kabupaten Amuntai 16 orang dan DPDS 4 orang

Atas hasil pemilihan, maka pimpinan DPRDS Kabupaten Amuntai pada awal berdirinya, adalah Haji Anang Busyra sebagai Ketua dan Ahmad Samidie sebagai wakil ketua.

Dari sinilah sekaligus diadakan persiapan perletakan karangka pembenahan pengaturan personal aparat, fisik, material kewilayahan dan lain- lainnya, sebagai upaya untuk menata rumah tangga pemerintah daerah Kabupaten ini yang telah diberi hak otonominya.

Hari yang dinanti-nantikan itu akhirnya tibalah ketika pada hari Kamis, pukul 10.00, tanggal 1 Mei 1952, ketika Residen Koordinator Kalimantan Selatan, Zainal Abidin gelar Sutan Komala Pontas, yang mewakili Gubernur Kepala Daerah Kalimantan,mengucapkan kata pelantikan terhadap para anggota DPRDS Kabupaten Amuntai yang berjumlah 16 orang. Hal ini menandai berdirinya kabupaten Amuntai secara resmi, pada tanggal 1 Mei 1952.

Sejalan dengan perkembangan wilayah dan sistem pemerintahan, yang berawal dari Undang- undang No. 22 Tahun 1948, maka pada tanggal 14 Januari 1953, nama Kabupaten Amuntai diubah menjadi “Kabupaten Hulu Sungai Utara” hingga sekarang. Meskipun pada kurun waktu 12 tahun kemudian, wilayah kewedanaan Tabalong memisahkan diri menjadi Kabupaten Tabalong pada 1 Desember 1965, nama Kabupaten Hulu Sungai Utara tetap berlaku hingga sekarang.


Ditinjau secara geografis, Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak pada koordinat antara 2º sampai 3º lintang selatan dan 115º sampai 116º bujur timur. Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara terletak di daerah dataran rendah dengan ketinggian berkisar antara 0 m sampai dengan 7 m di atas permukaan air laut dan dengan kemiringan berkisar antara 0 persen sampai dengan 2 persen. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan geografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Jumlah curah hujan terbanyak di tahun 2005 terjadi pada bulan Februari yang mencapai 359 mm dan pada bulan April yang mencapai 351 mm dengan jumlah hari hujan masing-masing 14 dan 19. Data penggunaan tanah pada tahun 2005 di wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara yaitu untuk Kampung seluas 4.283 Ha, Sawah seluas 23.853 Ha, Kebun Campuran 1.859 Ha, Hutan Rawa 29.711 Ha, Rumput Rawa 22.768 Ha dan Danau seluas 1.800 Ha serta penggunaan lainnya yang tak dapat dirinci seluas 1.224 Ha.
[sunting] Luas Wilayah

Luas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah ± 892,7 km² atau hanya ± 2,38 persen dibandingkan dengan luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.

Dengan luas wilayah sebesar 892,7 km² ini, sebagian besar terdiri atas dataran rendah yang digenangi oleh lahan rawa baik yang tergenang secara monoton maupun yang tergenang secara periodik. Kurang lebih 570 km² adalah merupakan lahan rawa dan sebagian besar belum termanfaatkan secara optimal.

Batas wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah sebagai berikut:
Utara Provinsi Kalimantan Tengah dan Kabupaten Tabalong
Selatan Kabupaten Hulu Sungai Tengah
Barat Provinsi Kalimantan Tengah
Timur Kabupaten Balangan

Kabupaten Hulu Sungai Utara terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan setelah terbentuknya Kabupaten Balangan dengan jumlah desa/kelurahan yang tersebar sebanyak 219 desa/kelurahan. Selain itu, desa/kelurahan di Kabupaten Hulu Sungai Utara dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori, antara lain Desa Swadaya sebanyak 3 (di Kecamatan Banjang), Desa Swakarya ada 1 (di Kecamatan Banjang), dan Desa Swasembada sebanyak 215 desa.


Jumlah penduduk Kabupaten Hulu Sungai Utara berdasarkan hasil proyeksi 2008 adalah 216.181 orang dengan jumlah rumah tangga tercatatsebanyak 51.582 yang tersebar di 219 kelurahan/desa. Kabupaten dengan luas wilayah 892,70 km² ini memiliki kepadatan penduduk (population density) 240 jiwa per km² dan rata-rata setiap keluarga terdiri dari 4 orang. Secara umum, dalam kurun 2004-2007 perkembangan pendudukmengalami pertambahan. Pada tahun 2007 jumlah penduduk bertambah 1,78 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
 
Powered by Blogger